A.R FACHRUDDIN :
CAHAYA KESEDERHANAAN MUHAMMADIYAH
Meskipun
hidup dengan penuh kesedarhanaan Pak A.R Fachruddin memiliki pergaulan yang
sangat luas, banyak teman-temannya yang berasal dari berbagain kalangan, mulai
dari tukang becak, intelektual, budayawan, mentri, hingga presiden. Simon mengatakan
Gus Dur sering mengunjungi kediaman Pak A.R Fachruddin bila ingin membicarakan
masalah nasional.
Kyai Haji Abdul Rozak atau lebih dikenal
dengan nama A.R Fachruddin merupakan seorang tokoh Islam Indonesia yang menjadi
ketua PP Muhammadiyah terlama sepanjang sejarah. A.R Fachruddin dikenal sebagai
sosok yang sederhana, ceramahnya dikenal sangatlah sejuk. Baginya pantang untuk
menerima uang dari kegiatan berdakwah. Dikenal sebagai sosok yang sederhanya
sampai A.R Fachruddin wafatpun tanpa memiliki rumah.
Syaifuddin Simon menceritakan
pengalaman puluhan tahun silam yang masih berkesan dalam ingatannya, yaitu
pengalaman indekos di Jalan Cik Ditiro 19A, Yogyakarta. Ia tidak menyangka
kalau sosok bersahaja yang menjadi bapak kosnya tersebut ternyata salah satu
tokoh penting di Tanah Air.
“Pak A.R itu orangnya sangat,
sangat, sangat sederhana,” kata Simon, mantan jurnalis yang pernah bekerja di
Republika, saat menceritakan pengalamannya kepada Tirto, Selasa (23/5/2017). Kata
“sangat” yang diulang Simon sampai tiga kali menjelaskan banyak hal soal sikap
hidup Pak A.R Facruddin
Di muhammadiyah, Pak A.R bekerja
dari bawah. Ia pernah menjadi guru di sepuluh lebih sekolahan Muhammadiyah,
kemudian menjadi Ketua Pemuda Muhammadiyah, ketua ranting, ketua cabang, ketua
wilayah, hingga akhirnya ia menjadi Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.
Walaupun Pak A.R menjadi orang nomor
satu dan terpenting di Muhammadiyah hal ini tidak lantas mengubah gaya hidup
seorang Pak A.R. ia kemana-mana lebih suka mengayuh sepeda atau dengan
mengendarai motor Yamaha butut yang dimilikinya. Motor keluaran tahun 1970-an itu merupakan
motor pemberian oleh pengusaha batik yang bernama Pawiro Yuwono yang tidak tega
melihat orang penting di Muhammadiyah berdkwah ke berbagai daerah hanya
menggunakan sepeda.
“Motor
itu dia pakai sampai komponennya rusak, butut, olinya berceceran,” ujar Simon.
Pada
suatu hari saat dalam perjalanan menuju Pajangan, Bantul, motor yang dikendarai
Pak A.R Fachruddin mogok. Ia lantas menuntun motornya untuk dibawa kebengkel
yang jaraknya lumayan jauh. Tiba-tiba saat dalam perjalanan menuju kebengkel
Pak A.R Fachruddin bertemu dengan salah satu seorang kenalannya.
“Lho,
Pak, kok motornya dituntun?” tanya kenalannya itu.
Mendengar
pertanyaan itu Pak A.R menjawab dengan enteng: “Kalau tidak dituntun takut
nanti ngamuk.”
Pada
awal decade 1980-an perwakilan dari PT Astra menawarkan mobil Toyota Corolla DX
keluaran terbaru secara cuma-cuma kepada Pak A.R Fachruddin. Namun ditak
disangka Pak A.R Fachruddin menolaknya dengan alas an yang sederhana kalau ia
tidak bisa menyetir dan tidak mau direpotkan dnegan urusan perawatan.
“Mobil
kalau Pak A.R Fachruddin banyak yang kasih, tapi dia tidak pernah mau,” ujar
Simon.
Pak
A.R Fachruddin pun sempat berjualan bensi eceran di depan yang dipinjami
Muhammadiyah demi untuk menambah biaya kuliah anaknya. Bayangkan sosok penting
pemimpin organisasi sebesar Muhammadiyah berjualan bensin eceran untuk menambah
pemasukan.
Saat
ceramah Pak A.R Fachruddin menolak dikasih uang, kalau pun terpaksa harus
menerima uang itu separuhnya akan dibagikan ke para pegawai Muhammadiyah.
Pernah
Pak A.R Fachruddin mencoba untuk membeli rumah akan tetapi uang muka dan
cicilan yang dilah dibayarkanya malah dibwa kabur pengembang. Hingga akhir
hayatnya Pak A.R Fachruddin tidak memiliki rumah sendiri.
Sekali
waktu usai sholat subuh berjamaah dengan anak-anak kosnya, Pak A.R Fachruddin
bercerita bahwa dirinya baju saja mengirim surat kepada Presiden Soeharto yang
isi suratnya singkat, tentang rencana Muhammadiyah mendirikan Universitas di
Yogyakarta.
“Pak
Harto, Muhammadiyah bade bangun universitas, menawi kerso monggo,” kata Simon
menirukan ucapan Pak A.R Fachruddin mengenai isis surat yang dikirim ke
Soeharto.
“Simon
menilai bahwa isi surat dari Pak A.R Fachruddin kepada Soeharto sangatlah
diplomatis, karena di dalamnya tidak ada kata ataupun kalimat yang
mengungkapkan meminta bantuan, tetapi malah lebih ke berupa tawaran untuk ikut
membantu. Dan benar seminggu kemudian surat itu dikirim, ada telepon berdering dari
pihak Soeharto”.
A.R
Fachruddin Cahaya Kesederhanaan Muhammadiyah
GAYA
DAKWAH AR FACHRUDDIN
Suatu
hari ada pengurus masjid yang di sekitar kawasan Poncowinatan letaknya dekat
Malioboro datang ke kediaman Pak A.R Fachruddin. Mereka bingung lantaran ada
salah satu donator masjid dari keluarga non-Muslim yang ingin janazah ayahnya
disalatkan sebelum dikubur.
Begitu mendengar cerita tersebut Pak A.R Fachruddin
langsung bergegas datang ke lokasi. Sesampainya di lokasi Pak A.R Fachruddin
memerintahkan pengurus masjid untuk memasukkan peti mati jenazah yang
non-Muslim tersebut untuk diletakkan di sisi ruangan masjid. Setelah itu Pak
A.R Fachruddin mengajak jamaah untuk melaksanakan shalat Ashar berjamaah.
Selesai
sholat anak dari almarhum bertanya kepada Pak A.R Fachruddin mengapa peti mati
ayahnya tidak diletakkan di depan orang salat seperti saat orang Islam
meninggal. Pak A.R Fachruddin menjawab “yang di depan kan orang islam, kalau
non-Muslim diletakkan di samping. Ini cara kami untuk menghormati dan
mengistimewakan tamu”.
Penguasaan
ilmu agama yang sangat mendalam justru mematangkan pribadi Pak A.R Facruddin. Dengan
cara dakwahnya yang sejuk dan mengajak, bukan menghakimi apalagi memusuhi. Jadi
wajar saja hal ini membuat ceramah Pak A.R Fachruddin yang disiarkan TVRI
Yogyakarta tidak hanya didengar oleh umat Islam saja tetapi juga non-Muslim.
“Pak
A.R kalau ada undangan ceramah dari masyarakat kecil dan dari orang kaya, yang
diutamakan datang ke masyarakat kecil. Kebalikan dengan [penceramah] zaman
sekarang,” ujar Simon.
Sumber : tirto.id
Komentar
Posting Komentar