Dampak Sinergi Pandemi dan Omnibus Law bagi Tenaga Kerja

 

Dampak Sinergi Pandemi dan Omnibus Law bagi Tenaga Kerja

Dokumentasi: igj.or.id

DEPTH NEWS, Surakarta- Menyikapi usulan Omnibus Law dan masa pandemi, tenaga kerja swasta menyampaikan keluh kesah bekerja di masa saat ini. Perubahan yang sangat signifikan terasa ketika harus menerapkan hal yang sebelumnya belum pernah terjadi.

 Hanya saja, masing-masing PT menambah beberapa prosedur yang harus ditempuh.

 “upah minimum penuh syarat, pesangon berkurang, kontrak kerja tanpa batas waktu, waktu kerja yang berlebihan, serta baru dapat kompensasi minimal 1 tahun” dilansir dari finance.detik (5/10/2020)

Narasumber A bekerja di PT BGSI selama 3 tahun, jabatan operator, dan belum menikah tak lain adalah Sri Mulyani. Bekerja di tengah pandemi memang penuh rintangan.

“diliburkan pihak pabrik, tetapi saya masih digaji setengah dari biasanya” 21/10/2020.

Lebih mengejutkan lagi, pihak PT melakukan PHK kecil untuk beberapa karyawan. Alasan yang pasti tidak diketahui. Namun, mengingat kondisi saat ini tak lain adalah dampak dari pandemi Covid-19. Tidak berhenti disitu saja, operasional PT pun melakukan pengurangan jam kerja.

Menurutnya, pandemi dan usulan Omnibus Law ini benar-benar menakutkan. Omnibus Law menjadi momok bagi dia dan sesama tenaga kerja swasta lainnya. Hal yang memenuhi pikirannya tak lain adalah bisa saja posisinya bisa goyah.

Beda halnya dengan narasumber B yang berusia 32 tahun. Laki-laki yang telah mengabiskan seluruh waktunya untuk bekerja di PT SWA 2 bernama Sugeng. Saat ini ia menjabat sebagai SPV. Perusahaan telah membersamainya selama 8 tahun.

“Sampai saat ini tidak ada PHK, hanya libur sementara untuk beberapa karyawan” ujar Sugeng.

Aturan di perusahaan pun tidak mengalami perubahan saat ada usulan mengenai Omnibus Law. Jika dilihat dari lama nya Pak Sugeng ini bekerja dan dengan jabatan yang dia peroleh, tentu adanya peraturan baru UU Omnibus Law ditambah kondisi pandemi tidaklah terlalu berdampak khususnya pada pemenuhan finansialnya sehari-hari, karena dia merupakan staff penting di PT tersebut.

“Situasi pandemi seperti sekarang ditambah adanya aturan baru yang ditetapkan Pemerintah, ya Alhamdulillah kebutuhan sehari-hari keluarga saya masih dibilang aman. Omnibus Law memang belum terjamah ke PT ya rasa was-was itu ada, tetapi belum berlebih. Peliburan sementara karyawan bukan bagian dari Omnibus Law, hal ini merupakan rancangan dari protokol kesehatan” katanya ditemui di rumahnya, pekan lalu.

Goncangan yang terjadi awal bulan ini berupa pengesahan Omnibus Law memberikan dampak tersendiri bagi masyarakat, khususnya tenaga kerja swasta. Menurut narasumber A dan B memaparkan pendapatnya, hal itu belum menjamah ke tempat mereka bekerja. Narasumber A bekerja dibawah naungan PT BGSI sedangkan nararumber B dibawah naungan PT SWA 2.

Kedua narasumber bekerja di kawasan Boyolali. Diketahui UMK Boyolali tahun 2020 sebesar Rp 1,942,500. Hal itu digunakan untuk finansial keluarga masing-masing narasumber. Jumlah yang tak sedikit dan tak juga besar.

Dampak yang terlihat sangat berpengaruh pada fase narasumber A. Finansial, SDM, dan operasional terdampak seluruhnya. Berbeda dengan narasumber B, yang paling terdampak hanya pada SDM.

Hal ini menandakan bahwa pandemi telah mengguncangkan individual maupun kelompok. Usulan Omnibus Law juga siap menggelitik para tenaga kerja swasta. Jabatan mereka bisa saja runtuh.

Komentar